Hayy Hayy... akuu bikinn cerbung niihhh... jelekk bgtt.. gazee lagii...
yaudahh baca ajaa yaa ^^, yang kena tag maav kalo' gk suka..
“Aku nggak tau, maunya kamu itu apa. Udah jelas-jelas cakka itu suka banget sama kamu, sayang dan perhatian. Kenapa sich dia kamu putusin,” tanya sivia yang nggak habis pikir tentang kelakuan Oik.
“Aku nggak suka sama dia,” jawab Oik lantang “Kalau kamu nggak suka, kenapa kamu terima dari awal, waktu dia nembak kamu?”
“Yach, aku kan nggak tau sikap dan sifat dia kayak itu. Ternyata udah dijalanin, aku rasa aku nggak cocok aja sama dia”.
“Tapi kan kalian baru sebulan jalan bareng. Kamu butuh waktu ik, agar kamu tau banyak soal cakka”.
“Duh..... vi,. Waktu sebulan itu cukup lama. Mau berapa lama lagi sich? Lagian aku udah bosan sama dia”.
“Kamu nggak boleh gitu ik. cakka itu orangnya baik. Salah apa sich dia sama kamu. Pokoknya aku nggak setuju kamu putus sama dia”.
“Lho ... koq jadinya kamu yang sewot. Ya udah, kamu aja yang pacaran sama dia. Atau jangan-jangan kamu tu naksir ya sama Cakka, makanya ngebelain dia”.
“Bukan gitu ik!”
“Lantas?”
“Aku nggak mau kamu kena batunya. Aku ini sahabat kamu. Aku nggak ingin terjadi apa-apa sama kamu”.
“Duh......perhatiannya. Tenang aja viaa, nggak akan terjadi apa-apa sama aku”.
“Iya, aku percaya, ik. Sejak Alvin pergi dari kamu, kamu tu banyak berubah. Oik yang dulu nggak pernah nyakitin perasaan orang lain, Oik yang selalu setia, Oik yang punya warna hidup”.
“Ach ..... sudah vii, semua itu masa lalu. Lupakan aja Oik yang dulu meskipun sikap aku udah berubah. Dan aku rasa soal Alvin nggak usah dibahas dech”.
“Tapi Alvin kan yang buat kamu jadi seperti ini ik. Aku kasian sama kamu”.
“Kamu nggak perlu kasiani aku, aku nggak papa vii”.
“Kamu nggak perlu bohong ik. Kamu tu menderita karena orang yang paling kamu sayangi ningalin kamu tanpa membuat keputusan apapun. Aku kenal baik sama kamu ik. Aku ingin kamu lupain Alvin”.
Oik terdiam. Sejurus diresapinya kata-kata Via barusan. Via memang benar, Oik harus membuang jauh-jauh masa lalu dan membuka kehidupan untuk kebahagiaan. Gabriel, Rio, Kiki, Ray, Goldy dan Obiet *eettdaaghh maruk bgt ikk..!* salah apa mereka? Tanpa diduga oleh via, Oik memeluknya dengan erat. Gadis itu menangis di pelukan sahabatnya.
“Tapi aku nggak bisa vi. Aku nggak bisa lupain Alvin. Aku cinta mati sama dia,” ujar Oik disela isaknya.
“Ss ....sst, kamu pasti bisa. Ingat Oik, cinta sejati itu adalah cinta kepada Tuhan. Kamu coba ya .....”.
Oik menuruti anjuran via untuk menerima cakka kembali. Memang dia sayang banget sama Oik. Oik berharap keputusan yang diambilnya kali ini bukan merupakan kesalahan seperti yang dilakukannya saat dia menerima Alvin. Biarpun cakka udah begitu baiknya, Oik tetap aja belum bisa menerima cakka sepenuhnya menjadi bagian dari kehidupannya.
Menurutnya, posisi Alvin belum bisa digantikan oleh siapapun termasuk cakka. Cakka mengajak Oik ke sebuah cafe. Suasana café yang cukup romantis pas benar pilihan Cakka untuk mengungkapkan semua perasaannya ke Oik.
“Ik, aku nggak tau dan entah apalagi yang bisa aku lakukan untuk yakini kamu, kalau aku benar-benar serius sama kamu. Aku ngerti kok, kalau hati kamu bukan untuk aku. Aku nggak bisa mengantikan posisi Alvin di hati kamu”.
“Alvin...? Kok kamu tau?”
“Via udah cerita banyak tentang kamu. Maaf, mungkin aku terlalu lancang tau soal kamu. Tapi ini aku lakukan karena aku bingung dengan sikap kamu. Kita sudah hampir dua bulan pacaran, tapi nggak seperti orang pacaran lazimnya. Aku sadar Ik, aku nggak akan bisa bahagiakan kamu”.
Cakka menarik napas dalam-dalam. “Aku nggak peduli perasaan kamu ke aku seperti apa, tapi kamu harus tau aku benar-benar sayang sama kamu, aku cinta sama kamu, Ik.
Streett....!! tanpa diduga jus tomat Oik tumpah, sehingga membasahi jeans yang dikenakan Oik
. “Kok bisa gini Ik? Kamu sich melamun aja,” kata Cakka sembari membersihkan celana Oik dengan tissue*mau aja sii dek?*.
Oik membiarkan cakka melakukan itu. Nggak biasanya dia seperti itu.
“Dah selesai,” kata Cakka. Oik kaget. Berarti dari tadi Cakka membersihkan celananya,
Oik terus melamun. “Thanks ya kka. Duh .. jadi nggak enak nich”
“Nggak apa-apa ik”.
“Aku ke toilet sebentar ya kka”. Oik ke toilet yang berada di sebelah kanan pintu keluar.
“Oh Tuhan...., kenapa aku selalu deg-degan terus bila dekat sama Cakka, padahal sebelumnya nggak gitu. Dia baik banget, aku nggak tega kalau nyakitin dia. Mungkin Via benar, aku harus menerima Cakka jadi soulmateku, dan aku akan berusaha belajar mencintainya,” pikir Oik dalam hati.
Pas mau masuk ke toilet, tiba-tiba mata Oik terbentur dengan sosok yang nggak asing lagi buatnya.
“Alvin ....?”
“Oik......kenapa ada di sini?”
“Kamu sendiri? Aku lagi makan bareng sama teman”.
“Dengan siapa kemari? Dengan pacar kamu?” Bussyet Alvin ngeledek atau serius.
“Nggak, teman.”
“Kamu masih sendiri ik?”
“He eh”.
“Sama donk kalau gitu”.
“Kenapa ya aku nggak ngerasain hal yang sama pada Alvin seperti yang aku rasakan waktu dengan Cakka,” pikirku
“Berarti aku bisa donk jalan lagi sama kamu,” tanya Alvin.
Oik bingung dengan pertanyaan Cakka barusan.
“Boleh”.
“ik, aku cabut dulu, teman-teman nunggu tuh...”.
***
“vi, gimana nich? Ntar malam Alvin ngajak aku kencan.”
“Kencan apaan?”
“vi, aku bingung banget. Tau nggak, dia ngajak aku balikan”.
“Nggak bisa ik. Aku nggak setuju”.
“Tapi aku masih sayang sama dia. Dia nggak berubah vi. Lagian kami kan belum putus”.
“Kamu tu gila ya ik. Alvin tu udah ninggalin kamu, terus sekerang dia ngajakin kamu pacaran lagi. Kamu tu jangan bego ik”.
“Tapi aku senang kalau bisa jalan sama dia lagi. Masalahnya Cakka, vi. Gimana Cakka?”
“Aku nggak bisa bantu kamu soal ini. Aku nggak ikut dalam perbuatan konyol kamu”.
“Ya udahlah, Vi”.
Via meninggalkan Oik. Sementara Oik masa bodoh dengan omongan Via.
Malamnya Alvin menjemput Oik. Alvin membawa Oik ke tempat yang nggak kalah romantisnya dengan waktu Cakka ngajak Oik.
“Ik, aku minta maaf”.
“Soal apa?”
“Aku tau, mungkin permintaan maaf aku ini nggak cukup buat nebus kesalahan aku sama kamu. Aku ninggalin kamu gitu aja,”
hati-hati Alvin melanjutkan kata-katanya.
“Waktu itu aku nggak tega mutusin kamu, makanya aku pergi ninggalin kamu”.
Oik terdiam, kegetiran menyelimuti perasaannya.
Luka lamanya tertoreh kembali oleh perkataan Alvin yang mengingatkannya pada penderitaan yang ia rasakan sepeninggalan Alvin darinya.
“ik, maafin aku. Sebenarnya waktu kita masih pacaran dulu, aku udah menjalin hubungan dengan cewek lain, namanya Zevana. Aku membandingkan kamu dengan Zevana, dengan tujuan ingin mencari yang terbaik diantara kalian berdua. Dengan Zevana aku mendapatkan sesuatu yang nggak aku dapat dari kamu. Makanya aku putuskan bahwa Zevana adalah pilihan hatiku”.
Air mata yang indah ditahan Oik dari tadi nggak bisa lagi diajak kompromi, kini bergulir di kedua pipinya.
“Aku pergi dari kehidupan kamu dengan harapan aku bisa bahagia dengan Nela. Tapi kenyataannya lain, Zevana nggak cuma milik aku, dia juga milik cowok-cowok lain. Sejak aku tau Zevana seperti itu, aku putus sama dia, dan setelah itu aku kesepian. Waktu itu aku sempat berpikir untuk kembali sama kamu, tapi aku takut kamu nggak mau menerima aku. Akhirnya kita bertemu di cafe itu. Waktu itu semangat dan keberanianku muncul, karena aku yakin dari tatapan mata kamu, masih ada cinta buat aku,” kata Alvim.
Oik mengatur napas. Tampaknya sulit untuk bicara, karena isakan tangis. “Aku nggak bisa, vin”.
“Kenapa?” Alvin terkejut dengan ucapan Oik yang nggak pernah dia duga.
“Aku ingin mencari kebahagiaan seperti halnya kamu. Dan aku rasa kebahagiaan itu nggak aku dapatkan dari kamu, tapi dari orang lain.”
“Siapa orang itu, Ik”.
“Kamu nggak perlu tau siapa dia”.
“Tapi aku yakin, Ik, kamu hanya cinta sama aku.”
“Kamu benar, Vin. Aku memang sangat cinta sama kamu, dan aku sulit untuk ngelupain kamu, tetapi bukan berarti aku nggak bisa melupakan kamu.”
“Tapi gimana dengan aku, Ik. Kamu harus mikirin aku donk!”
“Waktu kamu ninggalin aku, kamu pernah mikir nggak dengan perasaan aku. Nggak pernah kan, vin?”
“Tapi ....”
“Vin, sebaiknya kamu lupain semua tentang kita. Itu semua masa lalu, dan aku rasa nggak seharusnya kamu ada di sini, aku nggak mengharapkan kehadiran kamu. Pergilah Ir, kamu harus mencari cinta kamu, karena cinta kamu bukan aku..
***
“Hei .....ngelamun terus. Tuh Cakka nungguin di bawah, Ik. Kayaknya dia ada sesuatu untuk kamu,” Via mengejutkan Oik, sehingga lamunannya berhamburan entah kemana.
“Apa....?”
“Nggak tau. Lihat aja sendiri”.
“Apaan nich kka?”
“Ntar aja dibuka”.
“Makasih ya”.
Seharian Oik berduaan sama Cakka ngerayaan ultahnya Oik yang ke 21. Oik mulai suka sama Cakka. Oik nggak sia-sia belajar mencintai dia, karena sekarang Oik memang cinta sama dia.
“Oh ya, ik, handphone kamu ketinggalan. Tadi aku lihat ada satu missed call dan satu message. Coba lihat”. Oik meraih handphone di tempat tidurnya. Satu nomor baru, ada satu pesan lagi.
“Selamat Ulang Tahun Oik,” tulis Alvin di handphone itu.
* End *
gimana?? jelekkk?? iyaa ..! Ancurr?? banget..!.. gazee??.. apalagii... -___-"
yaudahh baca ajaa yaa ^^, yang kena tag maav kalo' gk suka..
“Aku nggak tau, maunya kamu itu apa. Udah jelas-jelas cakka itu suka banget sama kamu, sayang dan perhatian. Kenapa sich dia kamu putusin,” tanya sivia yang nggak habis pikir tentang kelakuan Oik.
“Aku nggak suka sama dia,” jawab Oik lantang “Kalau kamu nggak suka, kenapa kamu terima dari awal, waktu dia nembak kamu?”
“Yach, aku kan nggak tau sikap dan sifat dia kayak itu. Ternyata udah dijalanin, aku rasa aku nggak cocok aja sama dia”.
“Tapi kan kalian baru sebulan jalan bareng. Kamu butuh waktu ik, agar kamu tau banyak soal cakka”.
“Duh..... vi,. Waktu sebulan itu cukup lama. Mau berapa lama lagi sich? Lagian aku udah bosan sama dia”.
“Kamu nggak boleh gitu ik. cakka itu orangnya baik. Salah apa sich dia sama kamu. Pokoknya aku nggak setuju kamu putus sama dia”.
“Lho ... koq jadinya kamu yang sewot. Ya udah, kamu aja yang pacaran sama dia. Atau jangan-jangan kamu tu naksir ya sama Cakka, makanya ngebelain dia”.
“Bukan gitu ik!”
“Lantas?”
“Aku nggak mau kamu kena batunya. Aku ini sahabat kamu. Aku nggak ingin terjadi apa-apa sama kamu”.
“Duh......perhatiannya. Tenang aja viaa, nggak akan terjadi apa-apa sama aku”.
“Iya, aku percaya, ik. Sejak Alvin pergi dari kamu, kamu tu banyak berubah. Oik yang dulu nggak pernah nyakitin perasaan orang lain, Oik yang selalu setia, Oik yang punya warna hidup”.
“Ach ..... sudah vii, semua itu masa lalu. Lupakan aja Oik yang dulu meskipun sikap aku udah berubah. Dan aku rasa soal Alvin nggak usah dibahas dech”.
“Tapi Alvin kan yang buat kamu jadi seperti ini ik. Aku kasian sama kamu”.
“Kamu nggak perlu kasiani aku, aku nggak papa vii”.
“Kamu nggak perlu bohong ik. Kamu tu menderita karena orang yang paling kamu sayangi ningalin kamu tanpa membuat keputusan apapun. Aku kenal baik sama kamu ik. Aku ingin kamu lupain Alvin”.
Oik terdiam. Sejurus diresapinya kata-kata Via barusan. Via memang benar, Oik harus membuang jauh-jauh masa lalu dan membuka kehidupan untuk kebahagiaan. Gabriel, Rio, Kiki, Ray, Goldy dan Obiet *eettdaaghh maruk bgt ikk..!* salah apa mereka? Tanpa diduga oleh via, Oik memeluknya dengan erat. Gadis itu menangis di pelukan sahabatnya.
“Tapi aku nggak bisa vi. Aku nggak bisa lupain Alvin. Aku cinta mati sama dia,” ujar Oik disela isaknya.
“Ss ....sst, kamu pasti bisa. Ingat Oik, cinta sejati itu adalah cinta kepada Tuhan. Kamu coba ya .....”.
Oik menuruti anjuran via untuk menerima cakka kembali. Memang dia sayang banget sama Oik. Oik berharap keputusan yang diambilnya kali ini bukan merupakan kesalahan seperti yang dilakukannya saat dia menerima Alvin. Biarpun cakka udah begitu baiknya, Oik tetap aja belum bisa menerima cakka sepenuhnya menjadi bagian dari kehidupannya.
Menurutnya, posisi Alvin belum bisa digantikan oleh siapapun termasuk cakka. Cakka mengajak Oik ke sebuah cafe. Suasana café yang cukup romantis pas benar pilihan Cakka untuk mengungkapkan semua perasaannya ke Oik.
“Ik, aku nggak tau dan entah apalagi yang bisa aku lakukan untuk yakini kamu, kalau aku benar-benar serius sama kamu. Aku ngerti kok, kalau hati kamu bukan untuk aku. Aku nggak bisa mengantikan posisi Alvin di hati kamu”.
“Alvin...? Kok kamu tau?”
“Via udah cerita banyak tentang kamu. Maaf, mungkin aku terlalu lancang tau soal kamu. Tapi ini aku lakukan karena aku bingung dengan sikap kamu. Kita sudah hampir dua bulan pacaran, tapi nggak seperti orang pacaran lazimnya. Aku sadar Ik, aku nggak akan bisa bahagiakan kamu”.
Cakka menarik napas dalam-dalam. “Aku nggak peduli perasaan kamu ke aku seperti apa, tapi kamu harus tau aku benar-benar sayang sama kamu, aku cinta sama kamu, Ik.
Streett....!! tanpa diduga jus tomat Oik tumpah, sehingga membasahi jeans yang dikenakan Oik
. “Kok bisa gini Ik? Kamu sich melamun aja,” kata Cakka sembari membersihkan celana Oik dengan tissue*mau aja sii dek?*.
Oik membiarkan cakka melakukan itu. Nggak biasanya dia seperti itu.
“Dah selesai,” kata Cakka. Oik kaget. Berarti dari tadi Cakka membersihkan celananya,
Oik terus melamun. “Thanks ya kka. Duh .. jadi nggak enak nich”
“Nggak apa-apa ik”.
“Aku ke toilet sebentar ya kka”. Oik ke toilet yang berada di sebelah kanan pintu keluar.
“Oh Tuhan...., kenapa aku selalu deg-degan terus bila dekat sama Cakka, padahal sebelumnya nggak gitu. Dia baik banget, aku nggak tega kalau nyakitin dia. Mungkin Via benar, aku harus menerima Cakka jadi soulmateku, dan aku akan berusaha belajar mencintainya,” pikir Oik dalam hati.
Pas mau masuk ke toilet, tiba-tiba mata Oik terbentur dengan sosok yang nggak asing lagi buatnya.
“Alvin ....?”
“Oik......kenapa ada di sini?”
“Kamu sendiri? Aku lagi makan bareng sama teman”.
“Dengan siapa kemari? Dengan pacar kamu?” Bussyet Alvin ngeledek atau serius.
“Nggak, teman.”
“Kamu masih sendiri ik?”
“He eh”.
“Sama donk kalau gitu”.
“Kenapa ya aku nggak ngerasain hal yang sama pada Alvin seperti yang aku rasakan waktu dengan Cakka,” pikirku
“Berarti aku bisa donk jalan lagi sama kamu,” tanya Alvin.
Oik bingung dengan pertanyaan Cakka barusan.
“Boleh”.
“ik, aku cabut dulu, teman-teman nunggu tuh...”.
***
“vi, gimana nich? Ntar malam Alvin ngajak aku kencan.”
“Kencan apaan?”
“vi, aku bingung banget. Tau nggak, dia ngajak aku balikan”.
“Nggak bisa ik. Aku nggak setuju”.
“Tapi aku masih sayang sama dia. Dia nggak berubah vi. Lagian kami kan belum putus”.
“Kamu tu gila ya ik. Alvin tu udah ninggalin kamu, terus sekerang dia ngajakin kamu pacaran lagi. Kamu tu jangan bego ik”.
“Tapi aku senang kalau bisa jalan sama dia lagi. Masalahnya Cakka, vi. Gimana Cakka?”
“Aku nggak bisa bantu kamu soal ini. Aku nggak ikut dalam perbuatan konyol kamu”.
“Ya udahlah, Vi”.
Via meninggalkan Oik. Sementara Oik masa bodoh dengan omongan Via.
Malamnya Alvin menjemput Oik. Alvin membawa Oik ke tempat yang nggak kalah romantisnya dengan waktu Cakka ngajak Oik.
“Ik, aku minta maaf”.
“Soal apa?”
“Aku tau, mungkin permintaan maaf aku ini nggak cukup buat nebus kesalahan aku sama kamu. Aku ninggalin kamu gitu aja,”
hati-hati Alvin melanjutkan kata-katanya.
“Waktu itu aku nggak tega mutusin kamu, makanya aku pergi ninggalin kamu”.
Oik terdiam, kegetiran menyelimuti perasaannya.
Luka lamanya tertoreh kembali oleh perkataan Alvin yang mengingatkannya pada penderitaan yang ia rasakan sepeninggalan Alvin darinya.
“ik, maafin aku. Sebenarnya waktu kita masih pacaran dulu, aku udah menjalin hubungan dengan cewek lain, namanya Zevana. Aku membandingkan kamu dengan Zevana, dengan tujuan ingin mencari yang terbaik diantara kalian berdua. Dengan Zevana aku mendapatkan sesuatu yang nggak aku dapat dari kamu. Makanya aku putuskan bahwa Zevana adalah pilihan hatiku”.
Air mata yang indah ditahan Oik dari tadi nggak bisa lagi diajak kompromi, kini bergulir di kedua pipinya.
“Aku pergi dari kehidupan kamu dengan harapan aku bisa bahagia dengan Nela. Tapi kenyataannya lain, Zevana nggak cuma milik aku, dia juga milik cowok-cowok lain. Sejak aku tau Zevana seperti itu, aku putus sama dia, dan setelah itu aku kesepian. Waktu itu aku sempat berpikir untuk kembali sama kamu, tapi aku takut kamu nggak mau menerima aku. Akhirnya kita bertemu di cafe itu. Waktu itu semangat dan keberanianku muncul, karena aku yakin dari tatapan mata kamu, masih ada cinta buat aku,” kata Alvim.
Oik mengatur napas. Tampaknya sulit untuk bicara, karena isakan tangis. “Aku nggak bisa, vin”.
“Kenapa?” Alvin terkejut dengan ucapan Oik yang nggak pernah dia duga.
“Aku ingin mencari kebahagiaan seperti halnya kamu. Dan aku rasa kebahagiaan itu nggak aku dapatkan dari kamu, tapi dari orang lain.”
“Siapa orang itu, Ik”.
“Kamu nggak perlu tau siapa dia”.
“Tapi aku yakin, Ik, kamu hanya cinta sama aku.”
“Kamu benar, Vin. Aku memang sangat cinta sama kamu, dan aku sulit untuk ngelupain kamu, tetapi bukan berarti aku nggak bisa melupakan kamu.”
“Tapi gimana dengan aku, Ik. Kamu harus mikirin aku donk!”
“Waktu kamu ninggalin aku, kamu pernah mikir nggak dengan perasaan aku. Nggak pernah kan, vin?”
“Tapi ....”
“Vin, sebaiknya kamu lupain semua tentang kita. Itu semua masa lalu, dan aku rasa nggak seharusnya kamu ada di sini, aku nggak mengharapkan kehadiran kamu. Pergilah Ir, kamu harus mencari cinta kamu, karena cinta kamu bukan aku..
***
“Hei .....ngelamun terus. Tuh Cakka nungguin di bawah, Ik. Kayaknya dia ada sesuatu untuk kamu,” Via mengejutkan Oik, sehingga lamunannya berhamburan entah kemana.
“Apa....?”
“Nggak tau. Lihat aja sendiri”.
“Apaan nich kka?”
“Ntar aja dibuka”.
“Makasih ya”.
Seharian Oik berduaan sama Cakka ngerayaan ultahnya Oik yang ke 21. Oik mulai suka sama Cakka. Oik nggak sia-sia belajar mencintai dia, karena sekarang Oik memang cinta sama dia.
“Oh ya, ik, handphone kamu ketinggalan. Tadi aku lihat ada satu missed call dan satu message. Coba lihat”. Oik meraih handphone di tempat tidurnya. Satu nomor baru, ada satu pesan lagi.
“Selamat Ulang Tahun Oik,” tulis Alvin di handphone itu.
* End *
gimana?? jelekkk?? iyaa ..! Ancurr?? banget..!.. gazee??.. apalagii... -___-"
0 komentar:
Posting Komentar